Blog

8 Tips Membeli Rumah Pertama

Siapa yang tidak ingin memiliki rumah sendiri. Sudah sejak beberapa waktu saya sibuk mengkalkulasikan dana dan segala macam yang di butuhkan untuk membeli rumah, tapi entah kenapa belum ada yang pas di hati, baik dari segi harga, lokasi, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu ketika bulan lalu ada #JPW2016 atau Jakarta Properti Week di Balai Kartini, saya langsung cabcus datang ke event tersebut, terutama pas lagi ada seminar mengenai “How to Do a Financial Planning to Buy Your First House.” oleh siapa lagi kalau bukan mba Ligwina Hananto (@mrshananto).

how to do a financial lanning to buy your own first house

how to do a financial lanning to buy your own first house

Mungkin kalian akan bilang BASI! Mading nya udah terbit, kok baru bahas sekarang. Lha, pertama saya sibuk *apeu*, kedua, topik masalah beli rumah (apalagi rumah pertama) kayaknya tidak akan pernah basi deh.

Saya anak tunggal, banyak yang bilang “ngapain kamu (mau) beli rumah, tinggal nunggu warisan aja ntar juga dapat kan?”. Hal tersebut tidak salah, tapi juga gak “wajar” kalau menurut nurani saya, walau banyak temen yang selain menyarankan seperti itu, juga melakukannya untuk diri mereka sendiri (tentunya teman-teman yang yakin banget bahwa mereka akan dapet jatah warisan kalau tiba saatnya di tinggal oleh orang tua mereka.

Banyak juga yang mengatakan “Rumah itu kewajiban suami, kamu kan perempuan ngapain beli rumah sendiri?” himbauan tersebut juga keluar dari mulut ibu saya. Walau saya belum menikah, orang di sekeliling saya banyak yang sudah menikah, ada yang adem ayem, ada yang bergejolak, ada juga yang sudah berpisah. Kalau saya beli rumah atau mendapatkan rumah karena pernikahan, apa yang akan terjadi kalau saya keluar dari pernikahan tersebut? *kan ada yang namanya harta gono-gini Dit?* Iye, tapi gak gitu juga kelessss…

Saya ingin memiliki rumah untuk saya sendiri. Rumah yang akan menjadi sanctuary saya, tempat saya lari kalau jenuh dengan segala hal, tempat saya piknik , atau sekedar tempat saya bekerja dengan tenang tanpa gangguan orang lain.

selain seperti impian saya di atas, punya rumah sendiri juga merupakan bentuk salah satu bentuk investasi, atau bisa juga untuk kantor/workshop untuk jenis usaha apapun yang saya miliki nanti (I assume, you all know that I have tons of IDEAS, and not just one running business), jadi semua itu masuk akal kan??

Jadi, pas ada seminar tentang rumah pertama ini, tentunya saya menyimak dengan seksama dan inilah oleh-oleh yang saya dapatkan dari acara tersebut.

 1. Lupakan Rumah Idaman, Belilah Rumah yang TEPAT!

Seperti apa rumah yang tepat? Rumah yang sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan keuangan kita. Harga Rumah kan naik terus, tapi kemampuan penghasilan kita naiknya gak seimbang dengan kenaikan harga rumah.

2. Hitung DP (Uang Muka) yang di Butuhkan!

Standart uang muka yang di butuhkan adalah 30% dari harga rumah tersebut, tapi sejujurnya, makin besar uang muka yang bisa di sisihkan sebelum membeli rumah, semakin baik karena artinya uang cicilan perbulannya akan lebih kecil.

Sebagai gambaran:

Harga Rumah Rp. 500.000.000,-
Uang Muka (DP) 30% Rp. 150.000.000,-

 3. Hitung Biaya-Biaya yang di Butuhkan Selain DP!

Selain uang muka, kita juga masih harus membayarkan biaya-biaya dan tentunya PAJAK. Jumlah biaya tersebut tidak lah sedikit, jadi jangan sampai pas udah ngumpuling uang muka dan udah PD eh tau-tau uangnya masih kurang untuk bayar ini itu.

Biaya-biaya yang biasanya di butuhkan adalah:

Biaya Provisi, (kurang lebih 1,5% dari plafon. 1,5% x Rp. 350.000.000,- = Rp. 5.250.000,-)
Biaya Administrasi, (anggap aja Rp. 450.000,-)
Biasa Asuransi, (anggap saja Rp. 7.500.000,-)
Biaya Legalisir Notaris, (anggap saja Rp. 12.000.000,-)
Biaya APTH/Surat Kuasa,
Baiaya Appraisal, (kurang lebih Rp. 500.000.-)
Clearence Sertifikat,
Pajak Jual Beli. (5% x (harga jual – NJOP) Rp. 22.000.000,-)

Nah, dari harga rumah 500 juta rupiah, sudah di butuhkan sekitar Rp 47.500.000,- biaya tambahan selain uang muka. Cukup besar bukan?

5. Hitung kemampuan cicilan bulanan!

Pastikan cicilan bulannya sesuai dengan kemampuan masing-masing! Sesuaikan dengan pendapatan, dan usahakan agar cicilan bulanan tidak melebihi 30% pendapatan karena kalau nyicil rumah lebih dari 30% dari penghasilan, kita gak punya sisa uang untuk hal lainnya. Ada konsekuensi yg harus di hadapi.

Berikut gambaran pembagian porsi keuangan sesuai pos nya masing-masing

Berikut gambaran pembagian porsi keuangan sesuai pos nya masing-masing

Berikut gambaran pembagian porsi keuangan sesuai pos nya masing-masing

Jangan lupa pelajari pilihan sistem pembayaran yang disediakan, Cari informasi sebanyak-banyaknya, mengenai KPR dari bank dengan bunga yang kompetitif. Karena beli rumah pake kredit itu komitmen jangka panjang. Apa kita mampu untuk membayar cicilan sekian puluh tahun?

Contoh untuk kasus rumah di atas:

Plafon Rp. 350.000.000 (harga – DP)
tenor 10 tahun (120 bulan)
Bunga 9,25%/tahun
Angsuran per bulan Rp. 4.481.145,-/bulan

Biasanya hitung-hitungan kasarku tuh begini, cicilan kurang lebih 1% dari harga rumah. Kalau harga rumah 500 juta maka cicilan bulannya kurang lebih 5 juta.

6. Survey Lokasi!

Mungkin untuk beberapa orang akan mengatakan aneh karena cek lokasi di lakukan belakangan, tapi kalau buat saya percuma cek lokasi kalau kemampuan kita gak sepadan dengan harga rumah di lokasi yang kita favoritkan, jadi lebih mending cari-cari perumahan yang harga nya cocok sama kantong kita di lokasi yang udah kita incer, tapi gak perlu sampai spesifik banget.

7. Perhatikan Fasilitas Penunjang!

Fasilitas penunjang itu apa aja sih? Ya transportasi ke kantor, sarana kesehatan, sekolah (3-10km max jaraknya terutama untuk anak <12 tahun) hingga sarana umum seperti tempat olahraga, taman, pasar dan sebagainya. Karena percuma rumahnya murah, tapi uang paling banyak di habiskan di transportasi. mending nyari yang agak mahalan dikit tapi bisa menekan ongkos ini itu.

8. Pengembang.

Pemilihan pengembang juga memegang peranan penting untuk membantu kita mengerti standar kualitas bangungan dan tentunya memperkecil risiko terhentinya pembangunan kompleks yang di dalamnya akan terdapat rumah kita. Jangan sampai kita harus merenovasi total rumah yang dibeli karena kondisi yang kurang baik atau tidak sesuai perjanjian pada saat hand over dengan pengembang. Jangan terpesona dengan harga murah yang ditawarkan pengembang yang tidak kita kenal. Kita harus hati-hati dengan memilih pengembang yang punya track record baik.

Pengembang.

Pengembang.

Kalau semua sudah sesuai, yuk nabung buat DP nya… *ealah dari tadi bahas panjang lebar ternyata belum punya uang DP, malu-maluin*